Hae gais. Dah lama banget saya gak update blog. Kesibukan lagi agak menggila nih. Semua gara-gara COVID-19.
Seperti mungkin teman-teman ketahui, si novel coronavirus ini udah bikin geger dunia. Masalah yang ditimbulkan oleh si virus, berubah begitu cepat, jauh lebih cepat daripada pemerintah dan rakyat jelata bereaksi.
World Health Organization (WHO) has declared the COVID-19 as a global pandemic. The organization has sent letters to inform global leaders to prepare themselves for the worst to come, including our very leader Joko “Jokowi” Widodo.
Dunia sedang dihebohkan gara-gara kehadiran novel coronavirus atau yang disebut juga COVID-19. Virus ini mulai pecah di Republik Rakyat Tiongkok (RRT), persisnya di kota Wu Han, propinsi Hu Bei, pada awal tahun ini ketika lebaran RRT (Chinese lunar new year) hampir dimulai.
Rasanya sudah bukan rahasia lagi kalau saya agak kritis terhadap larangan ekspor Kementerian Perdagangan, tepatnya Permendag 34 Tahun 2020 tentang larangan ekspor anti-septik, APD, masker, dan bahan baku APD. Peraturan ini mungkin niatnya baik, akan tetapi dapat berdampak negatif karena mengganggu supply chain, mengurangi kredibilitas pemerintah maupun perusahaan kita, dan tidak menolong dalam hal meningkatkan kapasitas produksi.
Sepertinya pemerintah semakin semangat menyongsong “New Normal” dan mulai membuka ekonominya. Telah beredar buku pedoman bagaimana menghadapi “New Normal” dari BPOM. Berita bahwa mal akan dibuka santer beredar di mana-mana (tapi katanya summarecon mal bekasi gak jadi buka ntahlah akupun bingung).
Hari ini saya lihat di twitter sebuah kerisauan atas berita tentang di kompas online. Beritanya berbunyi bahwa Indonesia akan tetap mengekspor Alat Pelindung Diri (APD). Konteksnya, apalagi kalau bukan COVID-19: di tengah pecahnya pandemi, Indonesia sendiri membutuhkan banyak APD.
Saya rasa sudah banyak yang membicarakan dampak COVID-19 baik secara kesehatan maupun terhadap ekonomi. Terakhir yang saya baca adalah dampak makro COVID-19 menurut modelnya Professor McKibbin dan mahasiswanya, Fernando. Mereka menggunakan beberapa shocks, diantaranya penurunan suplai tenaga kerja, meningkatnya risk premia, dan ongkos produksi.
COVID-19 sepertinya masih akan berlanjut. Update terbaru mengatakan bahwa saat ini kita berada di 686 kasus. Seiring dengan meningkatnya testing, kasus ini akan meningkat dengan lebih cepat lagi. Dengan kondisi seperti ini saja, tenaga kesehatan kita seperti kesulitan mengatasi kekurangan Alat Pelindung Diri (APD) seperti baju Hazmat dan masker.