COVID-19 dan potensi dampaknya terhadap perdagangan Indonesia-RRT
Dunia sedang dihebohkan gara-gara kehadiran novel coronavirus atau yang disebut juga COVID-19. Virus ini mulai pecah di Republik Rakyat Tiongkok (RRT), persisnya di kota Wu Han, propinsi Hu Bei, pada awal tahun ini ketika lebaran RRT (Chinese lunar new year) hampir dimulai. Per artikel ini ditulis, WHO mengatakan bahwa Sudah ada 88.948 orang terkonfirmasi di seluruh dunia, di mana 80.174-nya ada di RRT (lihat ini untuk statistik real-time). Seluruh dunia memiliki risiko yang tinggi untuk terhadap COVID-19, termasuk Indonesia.
Dampak COVID-19 terhadap ekonomi Indonesia
COVID-19 membuat pemerintah harus memblokade beberapa kota besar yang sekaligus sentra industri. Orang-orang jadi libur lebih lama, dan berbagai pabrik jadi harus tutup sementara. Masalahnya, RRT adalah negara yang sangat besar dan penting bagi perekonomian dunia, apalagi dalam hal supply chain. Apapun yang terjadi dengan RRT akan menjadi masalah bagi seluruh dunia.
Wu Han dikenal sebagai “motor city”, rumah dari pabrik-pabrik mobil seperti General Motors, Honda, Nissan, Peugeot Group and Renault. Apple harus menunda produksi iPhone terbaru mereka gara-gara parts-nya banyak made in China. 80% tin foil (itu lho yang buat dalemannya bungkus rokok atau bungkus cokelat yg warnanya emas kekuningan) dunia berasal dari RRT. RRT juga termasuk pemasok utama dunia untuk bahan pembuat obat, dan FDA (BPOM-nya Amerika Serikat) mengatakan bahwa coronavirus dapat mengganggu ketersediaan obat dan antibiotik di Amerika Serikat.
Dampak COVID-19 juga sangat terasa di ASEAN, termasuk Indonesia. Dampak coronavirus dalam hal pariwisata sudah lumayan banyak yang bahas.RRT merupakan partner dagang nomor 1 Indonesia, menyuplai sekitar 24% total impor Indonesia. Di blog ini, saya akan membahas lebih lanjut tentang bagaimana dampak langsung pemenuhan kebutuhan masyarakat Indonesia yang bersumber dari impor dari RRT.
Tabel 1 menunjukan 15 jenis barang impor berdasarkan HS Code 2 digit Indonesia dari RRT. kelima belas barang ini merupakan 75% total impor dari RRT, atau 10% dari total impor Indonesia dari seluruh dunia.
tabel 1. 15 Barang impor Indonesia dari RRT (2016 s.d. 2018)
HS | Produk | Nilai (USD) | Dibanding total impor (%) | ||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
2016 | 2017 | 2018 | 2016 | 2017 | 2018 | ||
85 | Electrical machinery dll | 6.402.698 | 7.869.419 | 10.061.357 | 41,49% | 43,88% | 46,91% |
84 | Machinery, parts dll | 7.297.754 | 7.568.603 | 9.862.750 | 34,63% | 34,77% | 36,26% |
72 | Iron & steel | 2.099.248 | 1.969.594 | 2.169.071 | 33,97% | 24,67% | 21,17% |
39 | Plastics dll | 1.157.847 | 1.354.452 | 1.749.920 | 16,54% | 17,52% | 19,00% |
29 | Organic chemicals | 1.088.642 | 1.250.802 | 1.540.740 | 22,72% | 21,21% | 22,25% |
73 | Articles of iron and steel | 819.808 | 702.805 | 1.499.319 | 27,96% | 26,75% | 38,57% |
07 | Edible vegetables | 511.293 | 606.252 | 526.879 | 73,47% | 73,87% | 71,36% |
54 | Man-made filaments | 685.937 | 807.116 | 965.376 | 48,57% | 52,89% | 55,32% |
76 | Aluminium and articles dll | 389.105 | 597.834 | 881.213 | 27,40% | 31,89% | 40,56% |
28 | Inorganic chemicals | 554.205 | 627.526 | 833.354 | 36,93% | 38,79% | 40,52% |
08 | Edible fruit and nuts | 341.864 | 564.379 | 741.351 | 40,31% | 47,36% | 56,55% |
94 | Furniture | 456.621 | 561.263 | 707.565 | 62,97% | 63,80% | 68,57% |
55 | Manmade staple fibres | 499.247 | 564.028 | 667.428 | 37,66% | 41,91% | 44,93% |
38 | Miscellaneous chemical products | 450.683 | 572.947 | 635.029 | 23,58% | 26,08% | 23,78% |
90 | Medical or surgical instrument | 382.860 | 517.446 | 598.079 | 16,27% | 20,01% | 20,73% |
60 | Knitted or crocheted fabrics | 430.825 | 499.053 | 592.504 | 32,40% | 37,33% | 38,17% |
95 | Toys, games and sports requisites | 139.003 | 217.808 | 322.842 | 66,19% | 68,76% | 75,30% |
Dapat dilihat dari tabel 1 bahwa banyak sekali barang yang kita impor dari RRT adalah barang intermediate, atau bahan baku dan permesinan. Barang-barang ini diantaranya adalah mesin-mesin, besi baja, plastik, dan bahan baku tekstil (fiber dan benang). Kita juga mengimpor bahan kimia untuk bahan baku berbagai macam produk seperti obat, makanan dan pupuk. RRT menjadi sumber dari sekitar 30-50% barang-barang ini, sehingga dapat diduga betapa besar dampaknya terhadap sistem produksi kita, meski mungkin tidak sampai separah negara lain.
Barang yang mungkin akan memiliki dampak langsung ke masyarakat adalah HS 07. RRT adalah sumber dari 71% dari total impor barang-barang yang termasuk ke dalam HS 07. Di dalam HS 07, 93%-nya adalah bawang putih. Dengan kata lain, kalau terjadi apa-apa dengan RRT, maka pasokan bawang putih akan menjadi semakin langka, dan barang tersebut akan jadi sangat mahal. Selain itu, mainan anak impor yang 75%-nya dari RRT juga akan mengalami gangguan. Meskipun mainan anak mungkin tidak sepenting bawang putih, namun anak-anak Indonesia sepertinya harus mulai mencintai produk-produk dalam negeri.
Dampak ini belum menghitung dampak berantai, karena hanya menampilkan impor langsung dari RRT. Jika barang impor dari negara lain yang input-nya berasal dari RRT, maka pasokannya ke Indonesia akan otomatis terganggu. Hi-tech product macem iPhone dan elektronik lain kemungkinan besar akan memiliki kadar komponen RRT yang tidak sedikit. Supply chain dari Partner dagang penting Indonesia seperti Jepang, Amerika Serikat dan Korea Selatan juga memiliki keterkaitan erat dengan RRT. Kemungkinan impor dari negara-negara ini juga akan terganggu.
Langkah Pemerintah memitigasi dampak coronavirus
COVID-19 langsung berasa dampaknya ke pariwisata, sepertinya karena memang sektor pariwisata kita merupakan sedikit ekspor yang sukses. Pemerintah disebut-sebut telah menyiapkan insentif sebesar 47 triliun rupiah untuk pariwisata, termasuk untuk support industri penerbangan, perhotelan, dan perbuzzeran. Namun sepertinya belum ada langkah non-pariwisata yang akan dilakukan pemerintah selain mempercepat realisasi APBN dan APBD, yang sebenarnya sih emang harus cepat walaupun ga ada coronavirus.
Memang Indonesia termasuk negara yang berdagangnya sedikit, hanya 60% GDP. Kita sering dikritik karena tidak ikutan tren Global Value Chain seperti negara-negara lain di dunia. Yha untungnya adalah, ketika ada negara lain yang kenapa-napa, maka dampaknya ke kita akan lebih kecil karena ekonomi kita tidak terlalu terkait dengan negara lain. Ibarat kata, di dunia perdagangan internasional, Indonesia adalah termasuk introvert. Ada untungnya juga jadi introvert yah?
Namun dampak ke sektor non-pariwisata saya rasa tinggal menghitung hari. IHSG dilaporkan mengalami penurunan akibat coronavirus dengan PT. ASTRA Internasional sebagai faktor pemberat utama. Indonesia pun akhirnya melaporkan kasus COVID-19 pertamanya, yang bisa jadi akan mengalami dampak langsung ke sektor lain. Dan ini belum termasuk dampak psikologis yang menyebabkan panic buying, yang juga perlu diantisipasi jika terjadi. Ini artinya pemerintah mungkin perlu mulai memikirkan solusi lain.
Beberapa kebijakan yang sudah dilakukan RRT antara lain menurunkan lending rate dan menyetujui pemda untuk menstimulus ekonomi riil. Perusahaan-perusahaan di RRT melakukan penerbitan coronavirus bond untuk menjaga cash flow mereka. RRT juga diramalkan akan melakukan pelonggaran fiskal dan moneter lebih lanjut untuk menstimulasi bisnis.
Saat ini, selain fiscal stimulus untuk pariwisata, Indonesia melalui Bank Indonesia telah mengurangi suku bunga sampai 4,75%. Namun pemerintah belum merasa perlu untuk melakukan pelonggaran fiskal dan moneter lebih lanjut. Mungkin karena dampak non-pariwisata di Indonesia belum terlalu besar. Saya masih tetap agak khawatir terhadap pasokan bahan baku bagi industri, tapi terutama pasokan bawang putih untuk rakyat. Mudah-mudahan Pemerintah dapat menemukan solusinya sebelum terlambat.